BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang
Gelombang adalah peristiwa naik turunnya permukan air laut dari ukuran kecil
(riak) sampai yang paling panjang (pasang surut). Gelombang yang terjadi di
perairan Teluk Pelabuhan Ratu merupakan gelombang hasil rambatan yang terjadi
di samudera Indonesia. Gelombang ini dipengaruhi oleh kondisi topografi dasar
laut dan keadaan angin. Hasil pengamatan memperlihatkan bahwa keadaan gelombang
tertinggi terjadi pada periode bulan desember sampai februari (musim barat),
ketinggian gelombang mencapai 1,5 m – 2 m. Sedangkan pada bulan lainnya tinggi
gelombang yang tercatat kurang dari 1,5 meter (Jatilaksono, 2007).
Penyebab utama terjadinya gelombang adalah angin. Gelombang
dipengaruhi oleh kecepatan angin, lamanya angin bertiup, dan jarak tanpa
rintangan saat angin bertiup (fetch). Gelombang terdiri dari panjang gelombang,
tinggi gelombang, periode gelombang, kemiringan gelombang dan frekuensi
gelombang. Panjang gelombang adalah jarak berturut-turut antara dua puncak atau
dua buah lembah. Tinggi gelombang adalah jarak vertikal antara puncak dan
lembah gelombang. Periode gelombang adalah waktu yang dibutuhkan gelombang
untuk kembali pada titik semula. Kemiringan gelombang adalah perbandingan antra
tinggi dan panjang gelombang. Frekuensi gelombang adalah jumlah gelombang yang
terjadi dalam satu satuan waktu (Jatilaksono, 2007).
Pada hakikatnya, gelombang yang terbentuk oleh hembusan angin
akan merambat lebih jauh dari daerah yang menimbulkan angin tersebut. Hal ini
yang menyebabkan daerah di pantai selatan Pulau Jawa memiliki gelombang yang
besar meskipun angin setempat tidak begitu besar. Gelombang besar yang datang
itu bisa merupakan gelombang kiriman yang berasal dari badai yang terjadi jauh
dibagian selatan Samudera Hindia (Jatilaksono, 2007).
1.2
Rumusan
Masalah
1. Bagaimanakah
karakteristik gelombang laut?
2. Apa
saja faktor-faktor pembentuk gelombang laut?
3. Bagaimanakah
pergerakan gelombang?
4. Apakah
yang dimaksud energi gelombang?
5. Bagaimanakah
sifat-sifat gelombang laut itu?
6. Apa
saja tipe gelombang bila dipandang dari sifat-sifatnya?
7. Apakah
funsi dari gelombang laut?
BAB II
GELOMBANG LAUT
A.
Defenisi, Bentuk, Sifat dan
Karakteristik Gelombang
Deskripsi
tentang sebuah gelombang hingga kini masih belum jelas dan akurat, oleh
karena permukaan laut merupakan suatu
bidang yang kompleks dengan pola yang selalu berubah dan tidak stabil
(Garrison, 1993). Gelombang merupakan fenomena alam penaikan dan penurunan air
secara periodik dan dapat dijumpai di semua
tempat di seluruh dunia. Gross (1993) mendefenisikan gelombang sebagai gangguan
yang terjadi di permukaan air. Sedangkan Sverdrup at al, (1946) mendefenisikan
gelombang sebagai sesuatu yang terjadi secara periodik terutama gelombang yang
disebabkan oleh adanya peristiwa pasang surut.
Massa
air permukaan selalu dalam keadaan bergerak, gerakan ini terutama ditimbulkan
oleh kekuatan angin yang bertiup melintasi permukaan air dan menghasilkan
energi gelombang dan arus. Bentuk gelombang yang dihasilkan cenderung tidak
menentu dan tergantung pada beberapa sifat gelombang, periode dan tinggi dimana
gelombang dibentuk, gelombang jenis ini disebut “Sea”. Gelombang yang terbentuk
akan bergerak ke luar menjauhi pusat asal gelombang dan merambat ke segala
arah, serta melepaskan energinya ke pantai dalam bentuk empasan gelombang.
Rambatan gelombang ini dapat menempuh jarak ribuan kilometer sebelum mencapai
suatu pantai, jenis gelombang ini disebut “Swell”.
Gelombang
mempunyai ukuran yang bervariasi mulai dari riak dengan ketinggian beberapa
centimeter sampai pada gelombang badai yang dapat mencapai ketinggian 30 m.
Selain oleh angin, gelombang dapat juga ditimbulkan oleh adanya gempa bumi,
letusan gunung berapi, dan longsor bawah air yang menimbulkan gelombang yang bersifat
merusak (Tsunami) serta oleh daya tarik bulan dan bumi yang menghasilkan
gelombang tetap yang dikenal sebagai gelombang
pasang surut.
Sebuah
gelombang tertdiri dari beberapa bagian antara lain:
a.
Puncak gelombang (Crest) adalah titik tertinggi dari sebuah gelombang
b.
Lembah gelombang (Trough) adalah titik terendah gelombang, diantara dua puncak
gelombang.
c.
Panjang gelombang (Wave length) adalah jarak mendatar antara dua puncak
gelombang atau antara dua lembah gelombang.
d.
Tinggi gelombang (Wave height) adalah jarak tegak antara puncak dan lembah
gelombang.
e.
Priode gelombang (Wave period) adalah waktu yang diperlukan oleh dua puncak
gelombang yang berurutan untuk melalui satu titik.
Menurut
Nontji (1987) antara panjang dan tinggi gelombang tidak ada satu hubungan yang
pasti akan tetapi gelombang mempunyai jarak antar dua puncak gelombang yang
makin jauh akan mempunyai kemungkinan mencapai gelombang yang semakin tinggi.
Pond and Pickard (1983) mengklasifikasikan gelombang berdasarkan periodenya,
seperti yang disajikan pada Tabel 1. berikut ini.
Tabel
1. Klasifikasi gelombang berdasarkan
periode
Periode
|
Panjang Gelombang
|
Jenis Gelombang
|
0 – 0,2 Detik
0,2 – 0,9 Detik
|
Beberapa centimeter
Mencapai 130 meter
|
Riak (Riplles)
Gelombang angina
|
0,9 -15 Detik
|
Beberapa ratus meter
|
Gelombang besar (Swell)
|
15 – 30 Detik
0,5 menit – 1 jam
|
Ribuan meter
Ribuan kilometer
|
Long
Swell
Gelombang
dengan periode yang panjang (termasuk Tsunami)
|
5, 12, 25 jam
|
Beberapa kilometer
|
Pasang
surut
|
Bhat
(1978), Garisson (1993), dan Gross (1993) mengemukakan bahwa ada 4 bentuk
besaran yang berkaitan dengan gelombang. Yakni :
a.
Amplitudo gelombang (A) adalah jarak antara puncak gelombang dengan permukaan
rata-rata air.
b.
Frekuensi gelombang ( f ) adalah sejumlah besar gelombang yang melintasi suatu
titik dalam suatu waktu tertentu (biasanya didefenisikan dalam satuan detik).
c.
Kecepatan gelombang (C) adalah jarak yang ditempuh gelombang dalam satu satuan
waktu tertentu.
d.
Kemiringan gelombang (H/L) adalah perbandingan antara tinggi gelombang dengan
panjang gelombang.
B. Faktor-faktor Pembentuk
Gelombang dan Jenis-jenis Gelombang
Secara
umum gelombang yang terjadi di laut dapat terbentuk dari beberapa faktor
pnyebab seperti : angin, pasang surut,
badai laut, dan seiche.
1. Gelombang yang disebabkan oleh angin
Angin
yang bertiup di atas permukaan laut merupakan pembangkit utama gelombang.
Bentuk gelombang yang dihasilkan cenderung tidak menentu dan bergantung pada
beberapa sifat gelombang periode dan tinggi dimana gelombang dibentuk.
Gelombang seperti ini disebut Sea. Bentuk gelombang lain yang disebabkan oleh
angin adalah gelombang yang bergerak dengan jarak yang sangat jauh sehingga
semakin jauh meninggalkan daerah pembangkitnya gelombang ini tidak lagi dipengaruhi
oleh angin. Gelombang ini akan lebih teratur dan jarak yang ditempuh selama
pergerakannya dapat mencapai ribuan mil. Jenis gelombang ini disebut Swell.
Tinggi
gelombang rata-rata yang dihasilkan oleh angin merupakan fungsi dari kecepatan
angin, waktu dimana angin bertiup, dan jarak dimana angin bertiup tanpa
rintangan.Umumnya semakin kencang angin bertiup semakin besar gelombang yang
terbentuk dan pergerakan gelombang
mempunyai kecepatan yang tinggi sesuai dengan panjang gelombang yang besar.
Gelombang yang terbentuk dengan cara ini umumnya mempunyai puncak yang kurang
curam jika dibandingkan dengan tipe gelombang yang dibangkitkan dengan angin
yang berkecepan kecil atau lemah. Saat angin mulai bertiup, tinggi gelombang,
kecepatan, panjang gelombang seluruhnya cenderung berkembang dan meningkat
sesuai dengan meningkatnya waktu peniupan berlangsung (Hutabarat dan Evans,
1984).
Jarak
tanpa rintangan dimana angin bertiup merupakan fetch yang sangat penting untuk
digambarkan dengan membandingkan gelombang yang terbentuk pada kolom air yang
relatif lebih kecil seperti danau (di darat) dengan yang terbentuk di lautan
bebas, (Pond and Picard, 1978).
Gelombang
yang terbentuk di danau dengan fetch yang relatif kecil dengan hanya mempunyai beberapa
centimeter sedangkan yang terbentuk di laut bebas dimana dengan fetch yang
lebih sering mempunyai panjang gelombang sampai ratusan meter. Kompleksnya
gelombang-gelombang ini sangat sulit untuk dijelaskan tanpa membuat
pengukuran-pengukuran yang lebih akurat dan kurang berguna bagi nelayan atau
pelaut. Sebagai gantinya mereka membuat suatu cara yang lebih sederhana untuk
mengetahui gelombang yaitu dengan menggunakan suatu daftar skala gelombang yang
dikenal dengan Skala Beaufort untuk memberikan keterangan tentang kondisi
gelombang yang terjadi di laut dalam hubungannya dengan kecepatan angin yang
sementara berhembus (Hutabarat dan Evans, 1984).
2. Gelombang yang disebabkan oleh pasang surut
Gelombang
pasang surut yang terjadi di suatu perairan yang diamati adalah merupakan
penjumlahan dari komponen-komponen pasang yang disebabkan oleh gravitasi bulan,
matahari, dan benda-benda angkasa lainnya yang mempunyai periode sendiri. Tipe
pasang berbeda-beda dan sangat tergantung dari tempat dimana pasang itu terjadi
(Cappenberg, 1992).
Tipe
pasang surut yang terjadi di Indonesia terbagi atas dua bagian yaitu tipe
diurnal dimana terjadi satu kali pasang dan satu kali surut setiap hari
misalnya yang terjadi di Kalimantan dan Jawa Barat. Tipe pasang surut yang
kedua yaitu semi diurnal, dimana pada jenis yang kedua ini terjadi dua kali
pasang dan dua kali surut dalam satu hari, misalnya yang terjadi di wilayah
Indonesia Timur (Ceppenberg,1992).
Pasang
surut atau pasang naik mempunyai bentuk yang sangat kompleks sebab dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti hubungan pergerakan bulan dengan katulistiwa bumi,
pergantian tempat antara bulan dan matahari dalam kedudukannya terhadap bumi,
distribusi air yang tidak merata pada permukaan bumi dan ketidak teraturan
konfigurasi kolom samudera.
3. Gelombang yang disebabkan oleh badai atau
puting beliung
Bentuk
gelombang yang dihasilkan oleh badai yang terjadi di laut merupakan hasil dari
cuaca yang tiba-tiba berubah menjadi buruk terhadap kondisi perairan. Kecepatan
gelombang tinggi dengan puncak gelombang dapat mencapai 7 – 10 meter. Bentuk
gelombang ini dapat menghancurkan pantai dengan vegetasinya maupun wilayah
pantai secara keseluruhan (Pond and Picard, 1978).
4. Gelombang yang disebabkan oleh tsunami
Gelombang
tsunami merupakan bentuk gelombang yang dibangkitkan dari dalam laut yang
disebabkan oleh adanya aktivitas vulkanis seperti letusan gunung api bawah
laut, maupun adanya peristiwa patahan atau pergeseran lempengan samudera
(aktivitas tektonik). Panjang gelombang
tipe ini dapat mencapai 160 Km dengan kecepatan 600-700 Km/jam. Pada laut terbuka dapat mencapai 10-12 meter
dan saat menjelang atau mendekati pantai tingginya dapat bertambah bahkan dapat mencapai 20 meter
serta dapat menghancurkan wilayah pantai dan membahayakan kehidupan manusia,
seperti yang terjadi di Kupang tahun 1993 dan di Biak tahun 1995 yang
menewaskan banyak orang serta menghancurkan ekosistem laut (Dahuri,1996)
5. Gelombang yang disebabkan oleh seiche
Gelombang
seiche merupakan standing wave yang sering juga disebut sebagai gelombang diam
atau lebih dikenal dengan jenis gelombang stasioner. Gelombang ini merupakan
standing wave dari periode yang relatif panjang dan umumnya dapat terjadi di
kanal, danau dan sepanjang pantai laut terbuka. Seiche merupakan hasil
perubahan secara mendadak atau seri periode yang berlangsung secara berkala
dalam tekanan atmosfir dan kecepatan angin (Pond and Picard, 1978).
Jenis-jenis
gelombang
Bhatt,
(1978) mengemukakan bahwa ada 4 jenis gelombang, antara lain :
a.
Gelombang Katastrofik
Gelombang
ini adalah gelombang laut yang besar dan muncul secara tiba-tiba yang
disebabkan oleh aktivitas gempa bumi, gunung api, dan sebagainya. Gelombang
katastrofik ini di namakan berdasarkan
akibat yang di timbulkannya yaitu mampu menghancurkan apa saja yang di
temui. Gelombang ini juga sering disebut sebagai gelombang laut Seismik atau
Tsunami.
b.
Gelombang Badai (strom Wave)
Gelombang
ini adalah gelombang pasang laut tinggi yang ditimbulkan dari adanya hembusan
angin kencang atau badai. Sering juga disebut sebagai Strom Suger. Gelombang
badai ini dapat menyebabkan kerusakan yang besar untuk daerah pesisir.
c.
Gelombang Internal (Internal
Wave)
Gelombang
ini adalah gelombang yang terbentuk pada perbatasan antara 2 lapisan air yang
berbeda densitas. Gelombang internal ini dapat ditemukan di bawah permukaan
laut. Walaupun gelombang ini serupa dengan gelombang permukaan laut yang
dibangkitkan oleh angin, namun keduanya mempunyai perbedaan dalam beberapa hal.
Sebagai contoh, gelombang internal bergerak sangat lambat dan tidak dapat
terdeteksi dengan mata, dan umumnya terjadi hanya dimana adanya variasi
densitas. Gelombang ini mempunyai tinggi lebih besar dari pada gelombang
permukaan.
d.
Gelombang Stasioner Standing Wave
Gelombang
ini adalah bentuk gelombang laut yang di cirikan dengan tidak adanya gerakan
gelombang yang merambat, yaitu permukaan air hanya bergerak naik turun saja.
Umumnya ditemukan diperairan yang tertutup, misalnya pada danau, teluk atau
kanal. Gelombang ini sering disebut juga gelombang diam atau seiche. Gelombang
ini dihasilkan oleh badai yang digabungkan dengan kondisi atmosfir yang
drastis. Gelombang stasioner dapat menghancurkan masa hidup suatu organisme dan
dapat pula menyebabkan kerusakan daratan.
B.
Pergerakan Gelombang
Berdasarkan
kedalamannya, (Ippen, 1996 dan McLellan, 1975 dalam Tarigan, 1987).gelombang
yang bergerak mendekati pantai dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu:
a.
gelombang laut dalam
Gelombang
laut dalam merupakan gelombang yang dibentuk dan dibangun dari bawah
kepermukaan.
b.
gelombang permukaan.
Gelombang
permukaan merupakan gelombang yang terjadi antara batas dua media seperti batas
air dan udara. Gelombang permukaan terjadi karena adanya pengaruh angin.
Peristiwa ini merupakan peristiwa pemindahan energi angin menjadi energi
gelombang di permukaan laut dan gelombang ini sendiri akan meneruskan energinya
ke molekul air. Gelombang akan
menimbulkan riak dipermukaan air dan akhirnya dapat berubah menjadi gelombang
yang besar. Gelombang yang bergerak dari zona laut lepas hingga tiba di zona
dekat pantai (nearshore beach) akan melewati beberapa zona gelombang yaitu :
zona laut dalam (deep water zone), zona refraksi (refraction zone), zona pecah
gelombang (surf zone), dan zona pangadukan gelombang (swash zone) (Dyer,1978).
Uraian rinci dari pernyataan tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut :
Gelombang
mula-mula terbentuk di daerah pembangkit (generated area) selanjutnya
gelombang-gelombang tersebut akan bergerak pada zona laut dalam dengan panjang
dan periode yang relatif pendek. Setelah masuk ke badan parairan dangkal,
gelombang akan mengalami refraksi (pembelokan arah) akibat topografi dasar laut
yang menanjak sehingga sebagian kecepatan gelombang menjadi berkurang
periodenya semakin lama dan tingginya semakin bertambah, gelombang kemudian
akan pecah pada zona surf dengan melepaskan sejumlah energinya dan naik
kepantai (swash) dan setelah beberapa waktu kemudian gelombang akan kembali
turun (backswash) yang kecepatnnya bergantung pada kemiringan pantai atau
slope. Pantai dengan slope yang tinggi akan lebih cepat memantulkan gelombang,
sedangkan pantai dengan slope yang kecil pemantulan gelombangnya relatif
lambat. Kennet (1982) membagi zona gelombang atas tiga bagian, yaitu zona pecah
gelombang (breaker zone), zona surf (surf zone), dan zona swash (swash zone).
Pada
zona surf, terjadi angkutan sedimen karena arus sepanjang pantai terjadi dengan
baik. Pada kedalaman dimana gelombang tidak menyelesaikan orbitalnya, gelombang
akan semakin tinggi dan curam, dan akibatnya mulai pecah (Kennet, 1982). Sebuah
gelombang akan pecah bila perbandingan antara kedalaman perairan dan tinggi
gelombang adalah 1,28 (Yuwono, 1986) atau bila perbandingan antara tinggi
gelombang dan panjang gelombang melampaui 1 : 7 (Gross, 1993).
Saat
pecah gelombang akan mengalami perubahan bentuk. Dyer, 1978 membedakannya
kedalam tiga bentuk empasan (tipe breaker), sementara Galvin (1966)
mengklasifikasikan tipe empasan gelombang yaitu : tipe plunging, spilling,
surging, dan collapsing
1. Plunging, terjadi karena seluruh puncak
gelombang melewati kecepatan gelombang, tipe empasan ini berbentuk cembung
kebelakang dan cekung kearah depan. Gelombang ini sering timbul dari empasan
pada periode yang lama dari suatu gelombang yang besar, dan biasanya terjadi
pada dasar pantai yang hampir lebih miring di bandingkan pada tipe Spilling.
Walaupun sangat menarik, namun umumnya gelombang ini tidak terjadi lama dan
juga tidak baik untuk berselancar. Bahkan tipe empasan ini mampu menimbulkan
kehancuran yang cukup hebat.
2. Spilling, terjadi dimana gelombang sudah
pecah sebelum tiba di depan pantai Gelombang ini lebih sering terjadi, dimana
kemiringan dasarnya lebih kecil sekali, oleh karena itu reaksinya lebih lambat,
sangat lama dan biasanya digunakan untuk berselancar.
3. Surging, adalah tipe empasan dimana
gelombang pecah tepat di tepi pantai. Tipe empasan ini sangat mempengaruhi
lebarnya zona surf suatu perairan karena jenis gelombang yang pecah tepat di
tepi pantai akan mengakibatkan semakin sempitnya zona surf. Gelombangnya lebih
lemah saat mencapai pantai dengan dasar yang lebih curam dan kemudian gelombang
akan pecah tepat pada tepi pantai (Gross, 1993).
4. Collapsing, merupakan gelombang yang pecah
setengah dari biasanya. Saat pecah gelombang tersebut tidak naik kedarat, terdapat
buih dan terjadi pada pantai yang sangat curam (Galvin, 1968).
Apabila
memperhatikan gelombang dilaut akan mendapat suatu kesan seolah-olah gelombang
tersebut bergerak secara horizontal dari suatu tempat ke tempat lain. Tetapi
kenyataanya tidaklah demikian karena suatu gelombang akan membentuk gerakan
maju melintasi permukaan air. Disana
hanya terjadi gerakan kecil kearah depan dari massa air itu sendiri. Hal ini
akan semakin mudah dipahami apabila meletakan sepotong gabus diantara
gelombang-gelombang dilaut. Potongan gabus akan tampak timbul tenggelam sesuai
dengan gerakan berturut-turut, dari puncak dan lembah gelombang yang lebih atau
kurang tinggi pada tempat yang sama.
Gerakan
partikel ini dalam gelombang sama dengan gerakan potongan gabus walaupun dari
pengamatan yang lebih teliti menunjukan bahwa ternyata gerakan ini lebih
kompleks dari hanya sekedar gerakan naik turun. Gerakan ini adalah gerakan yang
membentuk sebuah lingkaran bulat dimana gabus dan partikel-partikel yang lain
diangkut keatas dan membentuk setengah lingkaran dan gerakan ini akan terus
berlanjut sampai pada tempat yang tinggi yang merupakan puncak gelombang.
Benda-benda ini kemudian dibawa dan membentuk lingkaran penuh melewati tempat
paling bawah yaitu lembah gelombang (Pond and Picard, 1978). Semua fenomena
yang di alami gelombang pada hakekatnya berhubungan erat dengan topografi dasar
laut (sea bottom topography).
C.
Energi Gelombang
Daerah
pantai termasuk daerah dan lingkungan
yang berada didekat pantainya sangat ditentukan dan didominasi oleh
faktor-faktor gelombang. Gelombang yang terjadi dilaut dalam pada umumnya tidak
berpengaruh pada dasar laut dan sedimen yang terdapat didalamnya. Sebaliknya
gelombang yang terdapat di dekat pantai terutama di daerah pecahan ombak ( surf
zone ) memiliki energi yang besar dan sangat berperan dalam pembentukan
morfologi pantai seperti menyeret
sedimen (sedimen berukuran pasir dan kerikil) yang berada di dasar laut
diangkut dan ditumpahkan dalam bentuk gosong pasir (sand bard) Dahury,1996).
1.
Pergerakan Perjalanan Gelombang
Menuju Pantai
Ketinggian
dan periode gelombang tergantung kepada panjang fetch pembangkitannya. Fetch
adalah jarak perjalanan tempuh gelombang dari awal pembangkitannya. Fetch ini
dibatasi oleh bentuk daratan yang mengelilingi laut. Semakin panjang jarak
fetchnya, ketinggian gelombangnya akan semakin besar.
Angin
juga mempunyai pengaruh yang penting pada ketinggian gelombang. Angin yang
lebih kuat akan menghasilkan gelombang yang lebih besar. Gelombang yang
menjalar dari laut dalam (deep water) menuju ke pantai akan mengalami perubahan
bentuk karena adanya perubahan kedalaman laut.
Apabila
gelombang bergerak mendekati pantai, pergerakan gelombang di bagian bawah yang
berbatasan dengan dasar laut akan melambat. Ini adalah akibat dari
friksi/gesekan antara air dan dasar pantai. Sementara itu, bagian atas
gelombang di permukaan air akan terus melaju. Semakin menuju ke pantai, puncak
gelombang akan semakin tajam dan lembahnya akan semakin datar. Fenomena ini
yang menyebabkan gelombang tersebut kemudian pecah.
E.
Tipe gelombang, bila dipandang dari sisi
sifat-sifatnya
1. Gelombang pembangun/pembentuk
pantai (Constructive wave)
Yang
termasuk gelombang pembentuk pantai, bercirikan mempunyai ketinggian kecil dan
kecepatan rambatnya rendah. Sehingga saat gelombang tersebut pecah di pantai
akan mengangkut sedimen (material pantai). Material pantai akan tertinggal di
pantai (deposit) ketika aliran balik dari gelombang pecah meresap ke dalam
pasir atau pelan-pelan mengalir kembali ke laut.
2.
Gelombang perusak pantai
(Destructive wave)
Sedangkan
gelombang perusak pantai biasanya mempunyai ketinggian dan kecepatan rambat
yang besar (sangat tinggi). Air yang kembali berputar mempunyai lebih sedikit
waktu untuk meresap ke dalam pasir. Ketika gelombang datang kembali menghantam
pantai akan ada banyak volume air yang terkumpul dan mengangkut material pantai
menuju ke tengah laut atau ke tempat lain.
Fungsi
dari Gelombang Laut
1.
Menjaga Kestabilan Suhu Dari
Iklim Dunia
Jelas bahwa ombak lautan tidak
dapat terjadi tanpa angin. Mula-mula menyebabkan riak di permukaan laut dan
kemudian gelombang, Gelombang membantu meminimalkan suhu ekstrem di planet ini,
memindahkan air dingin dari kutub, sementara pada saat yang sama bergerak air
hangat dari khatulistiwa ke arah yang dingin.
2.
Melalui Permukaan Ombak, Terjadi
Pertukaran Gas
Di permukaan gelombang laut,
pertukaran gas terjadi dimana oksigen keluar dan karbon dioksida masuk ke dalam
permukaan gelombang laut tersebut.
3.
Meningkatkan kemampuan adaptasi dan
kekuatan dari Makhluk hidup
Karena gelombang pecah di pantai,
makhluk yang ada di laut harus lebih kuat dan lebih beradaptasi untuk bertahan
tidak terbawa oleh ombak ke pantai. Tanpa gelombang, tidak akan ada sebagian
spesies yang hidup di laut.
4. Meningkatkan Adanya
Keanekaragaman Hayati
Gelombang laut yang disebabkan
oleh angin dan ombak memungkinkan penghuni laut agar larva/telur mereka
diangkut dengan jarak yang jauh, sehingga muncul spesies baru dari hasil
evolusi dan adaptasi dari makhluk laut yang terbawa gelombak laut tersebut.
5. Gelombang Laut Membantu Adanya
Hubungan Simbiosis Mutualisme
Sementara gelombang Laut yang
mengikis karang dengan terus menerjang pada mereka, organisme laut telah
beradaptasi dengan ini dan menempel ke karang-karag tersebut sehingga disini
membantu adanya penundaan pengikisan batu karang tersebut dalam hal ini terjadi
hubungan simbiosis sejati.
6. Gelombang Laut Membantu
Membuat Pantai
Pantai diciptakan oleh pasir yang
dibawa naik dari dasar laut oleh ombak, yang juga mencuci pasir dan
dibersihkan. Pasir diaduk dan tersuspensi dalam air yang memungkinkan untuk
diangkut ke pantai oleh ombak.
7. terbentuk cliff
Tebing
atau jurang adalah formasi bebatuan yang menjulang secara vertikal. Tebing
terbentuk akibat dari erosi. Tebing umumnya ditemukan di daerah pantai,
pegunungan dan sepanjang sungai. Tebing umumnya dibentuk oleh bebatuan yang
yang tahan terhadap proses erosi dan cuaca.
Erosi
oleh air laut merupakan pengikisan di pantai oleh pukulan gelombang laut yang
Terjadi secara terus - menerus terhadap dinding pantai. Bentang alam yang
diakibatkan oleh erosi air laut, antara lain cliff (tebing terjal), notch
(takik), gua di pantai, wave cut platform (punggung yang terpotong gelombang),
tanjung, dan teluk. Cliff terbentuk karena gelombang melemahkan batuan di
pantai. Pada awalnya gelombang meretakan batuan di pantai. Akhirnya, retakan
semakin membesar dan membentuk notch yang semakin dalam akan membentuk gua.
Akibat diterjang gelobang secara terus menerus mengakibatkan atap gua runtuh
dan membentuk cliff dan wave cut playform.
F. Proses Pembangkitan Gelombang
di Laut
Proses
terbentuknya pembangkitan gelombang di laut oleh gerakan angin belum sepenuhnya
dapat dimengerti, atau dapat dijelaskan secara terperinci. Tetapi meurut
perkiraan, gelombang terjadi karena hembusan angin secara teratur,
terus-menerus, di atas permukaan air laut. Hembusan angin yang demikian akan
membentuk riak permukaan, yang bergerak kira-kira searah dengan hembusan angin
(lihat Gambar 2.3.a,b,c) (Ilemoned, 2008).
Bila
angin masih terus berhembus dalam waktu yang cukup panjang dan meliputi jarak
permukaan laut (fetch) yang cukup besar, maka riak air akan tumbuh menjadi
gelombang. Pada saat yang bersamaan riak permukaan baru akan terbentuk di atas
gelombang yang terbentuk, dan selanjutnya akan berkembang menjadi gelombang –
gelombang baru tersendiri. Proses yang demikian tentunya akan berjalan terus
menerus (kontinyu), dan bila gelombang diamati pada waktu dan tempat tertentu,
akan terlihat sebagai kombinasi perubahan-perubahan panjang gelombang dan
tinggi gelombang yang saling bertautan (Ilemoned, 2008)
Komponen
gelombang secara individu masih akan mempunyai sifat-sifat seperti gelombang
pada kondisi ideal, yang tidak terpengaruh oleh gelombang-gelombang lain.
Sedang dalam kenyataannya, sebagai contoh, gelombang-gelombang yang bergerak
secara cepat akan melewati gelombang-gelombang lain yang lebih pendek (lamban),
yang selanjutnya mengakibatkan terjadinya perubahan yang terus-menerus
bersamaan dengan gerakan gelombang-gelombang yang saling melampaui (Ilemoned,
2008).
Jelasnya
gelombang-gelombang akan mengambil energi dan angin. Penyerapan energi ini akan
dilawan dengan mekanisme peredam, yaitu pecahnya gelombang dan kekentalan air.
Bila angin secara kontinyu berhembus dengan kecepatan yang tetap untuk waktu
dan ‘fetch’ yang cukup panjang, maka jumlah energi yang terserap oleh gelombang
akan diimbangi dengan energi yang dikeluarkan sehingga suatu sistem ‘gelombang
sempurna’ (fully developed waves) akan tercapai. Sistem gelombang demikian
sebenarnya jarang dijumpai karena kondisi ‘steady’ tidak sering terjadi, dan
juga’fetch’ kadang-kadang dibatasi oleh kondisi geografi lingkungan.
Bilamana
angin berhenti berhembus, sistem gelombang yang telah terbentuk akan segera
melemah. Karena gelombang pecah adalah merupakan mekanisme yang paling dominan,
maka gelombang pendek dan lancip, akan menghilang terlebih dulu, sehingga
tinggal gelombang-gelombang panjang yang kemudian menghilang oleh gaya-gaya
kekentalan, yang pada dasarnya lebih kecil dari gelombang pecah.
Proses
pelemahan (menghilangnya) gelombang mungkin mencapai beberapa hari, yang
bersamaan dengan itu gelombang-gelombang panjang sudah bergerak dan menempuh
jarak ribuan kilometer, yang pada jarak yang cukup jauh dan tempat mulainya
gelombang akan dapat diamati sebagai alun (swell). Alun biasanya mempunyai
periode yang sangat panjang, dan bentuknya cukup beraturan (reguler). Sistem
gelombang yang terbentuk secara lokal mungkin akan dipengaruhi oleh alun yang
terbentuk dan tempat yang jauh; yang tentu saja tidak ada kaitannya dengan
angin local (Ilemoned, 2008)
G. SIFAT – SIFAT GELOMBANG
Pada
pembahasan ini kita akan mempelajari sifat – sifat gelombang yang meliputi
pemantulan, pembiasan, disperse, interferensi, difraksi dan polarisasi.
1.
Pemantulan Gelombang (Refleksi
Gelombang)
gambar:refraksi
gelombang
Pemantulan
gelombang pada tangki riak, pada pemantulan ini diperoleh gelombang lingkaran
yang pusatnya adalah sumber gelombang S. Gelombang pantul yang dihasilkan oleh
bidang lurus juga berupa gelombang lingkaran S sebagai pusat lingkaran. Jarak S
ke bidang pantul sama dengan jarak s ke bidang pantul.
Menurut
Hukum Snellius, gelombang dating, gelombang pantul, dan garis normal berada
pada satu bidang dan sudut dating akan sama dengan sudut pantul, seperti tampak
pada gambar berikut: Untuk gelombang dua atau tiga dimensi seperti gelombang
air, kita mengenal dengan istilah sinar gelombang dan muka gelombang.
Muka
Gelombang
Muka
gelombang (Front wave) didefinisikan sebagai tempat kedududkan titik – titik
yang memiliki fase yang sama pada gelombang, pada gambar di samping ini
menunjukkan lingkaran – lingkaran tersebut merupakan muka gelombang. Jarak
antara muka gelombang yang berdekatan sama dengan satu gelombang (λ). Sinar
gelombang adalah garis yang ditarik dengan arah tegak lurus terhadap muka
gelombang.
Bila
gelombang melingkar merambat terus kesegala arah maka pada jarak yang jauh dari
sumber gelombang, kita akan melihat muka gelombang yang hamper lurus, seperti
halnya gelombang air laut yang sampai dipantai. Muka gelombang yang seperti ini
disebut sebagai muka gelombang bidang.
2.
Pembiasan Gelombang (Refraksi
Gelombang)
Pada
pemantulan gelombang, gelombang yang tiba di batas medium akan dipantulkan ke arah
semula. Pada pembiasan, gelombang yang mengenai bidang batas antara dua medium,
sebagian akan dipantulkan dan sebagian lagi akan diteruskan atau dibiaskan.
Gelombang yang dibiaskan ini akan mengalami pembelokan arah dari arah semula
tergantung pada mediumnya.
Pada
medium kedua, cepat rambat gelombang mengalami perubahan dan perubahan ini pun
tergantung pada mediumnya. Dengan kata lain, pembiasan gelombang adalah
pembelokan arah lintasan gelombang etelah melewati bidang batas antara dua
medium yang berbeda.
Pada
gambar diatas diperlihatkan pembiasan cahaya dari medium udara dengan indeks
bias n, ke medium air yang memiliki indeks bias n2. Menurut Hukum Snellius
tentang pembiasan:
1.
Sinar datang, garis normal, dan sinar bias, terletak pads satu hidang datar.
2.
Sinar yang datang dari medium dengan indeks bias kecil ke medium dengan indeks
bias yang lebih besar dibiaskan mendekati garis normal, dan sebaliknya.
3.
Perbandingan nilai sinus sudut datang (sin i) terhadap sinus sudut bias (sin r)
dari satu medium ke medium lainnya selalu tetap. Perbandingan ini disebut
sehagai indeks bias relatif suatu medium terhadap medium lain. Secara matematis
Hukum Snellius dapat dirumuskansebagai berikut:
n1
sin i
= n2 sin
r atau
2 /n1 = sin
i / sin r
Dengan
n1 adalah indeks bias medium pertama, n2 adalah indeks bias medium kedua, I
adalah sudut dating, dan r adalah sudut bias. Adapun n21 adalah indeks bias
relative medium 2 terhadap medium 1. Indeks bias mutlak didefinisikan sebagai
berikut: n= c/v
Dengan
:
C
= laju cahaya di ruang hampa
V
= laju cahaya dalam suatu medium
Indeks
bias mutlak ruang hampa (n1 = 1) ke dalam air (n2), indeks bias n2 menjadi
indeks bias mutlak dan dituliskan sebagai berikut:
n2=
sin i
/ sin r
Gambar
(a) menunjukkan gelombang air merambat dari satu medium menuju ke medium lain
setelah melewati bidang batas antara kedua medium, gelombang tersebut mengalami
pembelokan. Pada peristiwa tersebut terjadi perubahan arah rambat gelombang dan
panjang gelombang λ2 lebih pendek dari pada λ1.
Gambar
(b) menunjukkan adanya perubahan kecepatan gelombang. Gelombang merambat dari
medium yang memiliki indeks bias n1 ke medium lain dengan indeks bias n2.
Keterangan
:
(a)
Perubahan panjang gelombang, λ2 lebih pendek dari pada λ1.
(b)
Perubahan kecepatan gelombang, v2 lebih kecil dari pada v1.
Dari
kedua gambar tersebut diturunkan persamaan pembiasan gelombang sebagai berikut:
'sini/sinr
= v1/v2 = (fλ1)/(fλ2 )= λ1/λ2
Dari
satu medium ke medium lainnya, frekuensi gelombang tetap. Jadi yang mengalami
perubahan adalah kecepatan dan panjang gelombang
Pemantulan
Sempurna
Pemantulan
sempurna dapat terjadi jika sinar datang dari medium rapat ke medium kurang
rapat (udara), dan sudut dating melampaui sudut kritisnya. Penerapan hukum
snellius pada pemantulan sempurna memenuhi persamaan seperti dibawah ini,
dengan mengetahui perbandingan indeks bias mutlak n1 dan n2 , sudut kritis
cahaya dari suatu medium dapat ditentukan. n2
sin
ik= n1 sin
r,dengan r =900 sehingga n2 sin ik = n1 sin ik= n1/n2
Secara
umum sifat – sifat gelombang adalah:
1)
Dapat mengalami pemantulan atau refleksi;
2)
Dapat mengalami pembiasan atau refraksi;
3)
Dapat mengalami superposisi atau interferensi;
4)
Dapat mengalami lenturan atau difraksi, dan;
5)
Dapat mengalami pengutuban atau polarisasi.
3.
Interferensi Gelombang
Keterangan:
(a)
Dua Gelombang Sefase
(b)
Dua gelombang berlawanan fase
Dua
gelombang disebut .sefase. jika kedua gelombang tersebut memiliki frekuensi
sama dan pada setiap saat yang sama memiliki arah simpangan yang sama pula. Adapun
dua gelombang disebut berlawanan fase, jika kedua gelombang tersebut memiliki
frekuensi sama, dan pada setiap seal yang sama memiliki arah simpangan yang
berlawanan.
Untuk
mengamati interterensi dari dua buah gelombang dapat digunakan sebuah tangki
rink (ripple tank). Pertemuan kedua gelombang akan mengalami
inter¬ferensi..lika pertemunan kedua gelombang saling menguatkan, disebut
interf reusi maksimum atau interferensi konstruktif. Peristiwa ini terjadi jika
pada titik pertemuan tersebut kedua gelombang sefase. Akan tetapi, jika
pertemuan gelombang saling melemahkan, disebut interferensi minimum atau
interferensi destruktif. Peristiwa ini terjadi jika pada titik pertemuan
tersebut kedua gelombangnya berlawanan fase.
Jika
dua gelombang sefase dan dua gelombang berlawanan fase mengalami interferensi,
akan didapatkan seperti gambar dibawah ini:
Keterangan:
(a)
Interferensi maksimum dua gelombang sefase
(b)
Interferensi minimum dua gelombang berlawanan fase
4. Difraksi Gelombang
Peristiwa
difraksi atau lenturan dapat terjadi jika sebuah gelombang melewati sebuah
penghalang atau melewati sebuah celah sempit. Pada suatu medium yang serba
sama, gelombang akan merambat lurus. Akan tetapi, jika pada medium tersebut
gelomhang terhalangi, bentuk dan arah perambatannya dapat berubah.
5. Dispersi
Gelombang
Perubahan
bentuk gelombang ketika melewati suatu medium disebut disperse gelombang.
Gelombang longitudinal, seperti gelombang bunyi, kecil sekali mengalami
disperse atau bahkan tidak sama sekali. Sifat inilah yang digunakan dalam
pencitraan dengan mengunakan USG (Ultra Sonografi).
Gelombang
cahaya mengalami disperse. Dengan sifat disperse gelombang cahaya pada prisma,
kita dapat menentukan lebar spektrum matahari. Misalkan cahaya polikromatik
(cahaya matahari) dilewatkan pada prisma dengan indeks bias n2 dalam medium
berindeks bias n1, dan sudut pembias β seperti pada gambar dibawah ini.
Besar
sudut yang dibentuk antara sinar yang masuk ke prisma dan yang keluar prisma
disebutsudut deviasi, yang besarnya dapat ditulis sebagai berikut:
D=i+r'-
β
Keterangan:
β
= sudut pembias prisma
i
= besar sudut cahaya dating ke prisma
r’
= besar sudut cahaya saat meninggalkan prisma
Dengan
menggunaka hukum Snellius, kita dapat menghitung sudut deviasi minimum sebagai
berikut:
Dm=2i-β
Bila
sudut pembias lebih besar dari 150 (β > 150) besar sudut deviasi minimum n1
sin ((Dm+ β))/2= n_2 sin(β/2)
Bila
sudut pembias lebih kecil dari 150 (β < 150) maka
Dm
=(n2/n1 - 1)β
Keterangan:
n1
= indeks bias medium di sekitar prisma, bila udara n = 1
n2
= indeks bias prisma
Dm
= sudut deviasi minimum (derajat)
Sudut
Dispersi
Bila
cahaya putih (polikromatik) atau cahaya matahari melewati suatu prisma maka
cahaya yang keluar dari prisma berupa spektrum cahaya matahari yang terdiri
atas warna merah, jingga, kuning, hijau, biru, nilla, dan ungu. Penguraian
warna polikromatik menjadi warna monokromatik yang disebabkan oleh perbedaan
cepat rambat dari masing – masing warna disebut dengan disperse. Setiap warna
cahaya memiliki sududt deviasi minimum masing – masing. Selisih deviasi warna
ungu dengan warna merah disebut sudut dispersi. Jadi, lebar sudut disperse atau
lebar spectrum matahari dapat dinyatakan sebagai berikut:
φ=
(nμ- 1)β - (nm- 1)β atau φ= (nμ- nm )β
Dengan:
nµ
= indeks bias sinar ungu
nm
= indeks bias sinar merah
φ
= sudut disperse
β
= sudut pembias prisma
6.
Polarisasi Gelombang
Gelombang
yang hanya merambat pada satu bidang disebut gelombang terpolarisasi linier,
sedangkan gelombang yang merambat tidak pada satu bidang disebut gelombang takterpolarisasi.
Keterangan
:
(a)
Gelombang terpolarisasi linier pada arah vertical
(b)
Gelombang terpolarisasi linier pada arah horizontal
(c)
Gelombang takterpolarisasi
Gelombang
cahaya terpolarisasi adalah gelombang cahaya yang getarannya hanya dalam satu
bidang, proses untuk mengubah cahaya takterpolarisasi menjadi cahaya
terpolarisasi dikenal sebagai polarisasi.