BAB I
PENDAHULUAN
A .Latar
Belakang
Indonesia Negara yang luas. Disana terdapat begitu
banyak pulau yang terbentang dengan berbagai
macam lahan di dalamnya. Baik
lahan asal solusional,lahan asal marin, fluvial, denudasi, structural dll .
Lahan asal solusional adalah sebagian lahan yang terdapat di Indonesia .
Banyak sekali kegunaan lahan ini dan berbagai unsur serta materi-materi di
dalamnya. Selain itu keberadaan kawasan karst di Indonesia , dewasa ini dianggap
memiliki nilai yang sangat strategis. Di seluruh wilayah kepulauan Indonesia ,
luas kawasan karst mencapai hampir 20 % dari total luas wilayah. Dari segi keilmuan
kawasan karst merupakan suatu kawasan yang tidak akan pernah kehabisan obyek
untuk penelitian. Fenomena bentang lahan permukaan karst yang sangat unik,
fenomena bawah permukaan berupa sistem pergoaan dan sungai bawah tanah
merupakan obyek yang sangat menarik untuk diteliti. Kondisi sosial ekonomi
masyarakat yang tinggal didalamnya yang juga unik karena mampu bertahan pada
kondisi water table yang sangat dalam, dan hanya dapat memperoleh air dari goa
serta mata air juga menarik untuk selalu dikaji. Sumberdaya alam lain yang
dapat dikaji adalah beragamnya flora dan fauna yang khas seperti burung walet
dan kelelawar.
Seperti apakah lahan asal solusional itu? Untuk itu kami
akan mengangkat bahan ini sebagai pokok permasalahan dalam makalah kami
B. Rumusan Masalah
1.
Apakah di maksud dengan lahan
asal solusional?
2.
Apa saja faktor-faktor yang
mempengaruhi lahan asal solusional?
3.
Bagaimanakah bentuk-bentuk
lahan asal solusional?
4.
Bagaimanakah klasifikasi lahan
asal solusional?
5.
Seperti apakah
kerusakan-kerusakan yang terjadi pada lahan asal solusional?
C. Tujuan
Penulisan
1.
Agar masyarakat bisa lebih
mengerti tentang lahan asal solusional.
2.
Agar masyarakat mengetahui
faktor-faktor yang mempengaruhi lahan asal
solusional.
3.
Agar masyarakat mengerti
tentang bentuk-bentuk serta klasifikasi lahan asal
solusional.
- Supaya masyarakat mengerti tentang
kerusakan-kerusakan yang terjadi pada lahan asal solusional serta cara
penanganannya
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Bentuk Lahan Solusional
Istilah karst yang
dikenal di Indonesia sebenarnya diadopsi dari bahasa Yugoslavia/Slovenia. Istilah aslinya
adalah ‘krst / krast’ yang merupakan nama suatu kawasan di perbatasan
antara Yugoslavia dengan Italia Utara, dekat kota Trieste. Moore and Sullivan
(197 menyebutkan bahwa istilah karst diperoleh dari bahasa Slovenia, terdiri
dari kar (batuan) dan hrast (oak), dan digunakan pertama kali
oleh pembuat peta-peta Austria mulai tahun 1774 sebagai suatu nama untuk daerah
berbatuan gamping berhutan oak di daerah yang bergoa di sebelah Barat laut
Yugoslavia dan sebelah Timur Laut Italia.
Beberapa ahli
menggunakan karst sebagai istilah untuk medan dengan batuan gamping yang
dicirikan oleh drainase permukaan yang langka, solum tanah tipis dan hanya
setempat-setempat, terdapatnya cekungan-sekungan tertutup (dolin), dan
terdapatnya sistem drainase bawah tanah (Summerfield, 1991). Ford dan Wiliam
(1996) mendefinisikan secara lebih umum sebagai medan dengan karakteristik
hidrologi dan bentuk lahan yang diakibatkan oleh kombinasi dari batuan mudah
larut dan mempunyai porositas sekunder yang berkembang baik. Karst sebenarnya
tidak hanya terjadi di batuan karbonat, namun sebagian besar karst berkembang
di batu gamping.
Maka dapat disimpulkan Bentuk lahan
solusioal adalah bentuk lahan yang terbentuk akibat proses pelarutan batuan
yang terjadi pada daerah berbatuan karbonat. Tetapi sebagian besar karst berkembang di batu gamping. Tidak semua
batuan karbonat terbentuk topografi kars, walaupun faktor selain batuannya
sama.
B. Syarat dan Faktor Terbentuk Lahan
Solusional
a) Beberapa
syarat untuk dapat berkembangnya topografi karst sebagai akibat dari proses pelarutan adalah sebagai berikut:
1. Terdapat batuan yang
mudah larut, yaitu batu gamping ataupun dolomite
2. Batu gamping dengan
kemurnian tinggi
3. Mempunyai lapisan
batuan yang tebal
4. Banyak terdapat
diaklas/retakan
Batuan karbonat
memiliki banyak diaklas akan memudahkan air untuk melarutkan CaCO3. Oleh karena
itu batuan karbonat yang sedikit diaklas atau tidak memiliki diaklas , walaupun
terletak pada wilayah dengan curah hujan yang tinggi, namun tidak terbentuk
topografi karst.
5. Pada daerah tropis
basah
Kondisi iklim mencakup
ketersediaan curah hujan yang sedang hingga lebat yang bersamaan dengan
temperature yang tinggi. Kondisi semacam ini menyebabkan pelarutan dapat
berlangsung secara intensif.
6. Vegetasi penutup yang
lebat
Vegetasi yang rapat akan
menghasilkan humus, yang menyebabkan air di daerah LW memiliki PH rendah atau
asam. Pada kondisi asam, air akan mudah melarutkan karbonat (CaCO3). Perpaduan
antara batuan karbonat dengan banyak diaklas , curah hujan dan suhu tinggi,
serta vegetasi yang lebat akan mendorong terbentuknya topografi kars .
b)
Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan topografi karst
Pembentukan dan
perkembangan bentuklahan karst dipengaruhi beberapa faktor. Faktor-faktor
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Terdapatnya
curah hujan yang tinggi
Curah hujan yang tinggi
dapat mempengaruhi perkembangan bentukan karst, karena pada jumlah air yang
banyak, proses pelarutan yang terjadi juga semakin banyak. Curah hujan yang
tinggi juga menyebabkan terjadi terus pergantian air yang melarutkan, karena air
mempunyai batasan tertentu dalam pelarutan, apabila air telah semakin pekat
maka daya larut air akan semakin berkurang dan lama kelamaan akan jenuh dan
tidak dapat lagi melarutkan. Hal ini menyebabkan semakin cepat terbentuk maupun
berkembangnya bentukan karst.
2. Terdapat
banyak celah atau rongga batuan
Semakin banyak celah
atau rongga atau retakan-retakan pada batuan akan mempercepat laju pembentukan
bentuklahan karst karena dengan adanya retakan-retakan tersebut akan memperluas
permukaan yang terlarut seperti halnya faktor yang mempengaruhi semua bentuk
pelarutan adalah luas permukaan zat yang melarut. Air akan melewati celah-celah
retakan tersebut dan akan terus bergerak karena pengaruh gravitasi sehingga
partikel-partikel air akan bertumbukan dengan partikel material batuan dan
melepaskan partikel-partikelnya sehingga material penyusun batuan tersebut akan
terlarut dan terbawa oleh air.
3. Tingkat keasaman air
Air dengan pH rendah(asam) akan lebih
mudah melarutkan material yang dapat larut dalam air dibandingkan air dengan pH
yang lebih tinggi. Hal tersebut terjadi karena air yang asam lebih mudah
melepaskan partikel-partikel material yang dilewatinya dan bersifat lebih
merusakm, sehingga pelarutan lebih cepat terjadi.
Selain itu ada juga yang
factor yang berperan penting dalam pembentukan dan perkembangan bentuk lahan
karst yaitu:
Vegetasi
Vegetasi adalah faktor
yang menyebabkan terjadinya dua faktor lain, yaitu tingkat keasaman yang tinggi
dan terbentuknyacelah-celah retakan pada batuan. Vegetasi akan membentuk humus
yang dapat meningkatkan keasaman air yang dapat lebih cepat melarutkan
material-material batuan. Vegetasi juga menyebabkan terbentuknya celah-celah
retakan akibat aktivitas pertumbuhan akar yang dapat memecahkan dan membentuk
celah-celah pada batuan.
Topografi lahan.
Topografi lahan yang
cocok untuk perkembangan bentukan karst adalah topografi yang relative landai
sehingga waktu yang dibutuhkan air untuk membentuk aliran permukaan akan
semakin lambat dan waktu aliran untuk memasuki celah-celah batuan akan semakin
banyak, apalagi berbentuk cekungan sehingga air akan tertampung lama di atasnya
dan masa air untuk melarutkanpun akan semakin lama. Ketinggian lahan yang
memungkinkan terbentuknya sungai bawah tanah juga mempengaruhi perkembangan
karst karena air akan dapat terus mengalir dan melarutkan lebih cepat sehingga
pembentukan karst lebih cocok pada lahan yang relative tinggi.
Geologi
Faktor yang sebenarnya paling penting
adalah jenis batuannya. Tidak semua jenis batuan dapat larut di dalam air. Air
hanya dapat melarutkan material batuan karbonat tertentu(mengandung CaCO3).
Lapisan batuannya pun harus tebal, karena apabila tidak tebal semuanya akan
habis terlarut dan bentukan karstnya tidak tersisa.
Suhu
Suhu air juga berpengaruh dalam proses solusional atau
pelarutan material batuan karena suhu yang semakin tinggi akan menyebabkan
pergerakan partikel air yang semakin cepat pula dan sekali lagi akan
menyebabkan semakin banyak dan cepatnya tumbukan antar partike air dan batuan
yang dapat melepaskan partike-partikel batuan sehingga larut di dalam air.
Tektonisme
Tektonisme
menjadi faktor penentu pula, sesar dan kekar menjadi faktor yang amat penting.
Menurut Faniran dan Jeje (1983), kekar-kekar yang terdapat pada batuan itu
memberikan regangan mekanik, sehingga mempermudah gerakan air melalui batuan
tersebut. Adanya kekar maupun sesar ini memudahkan perkembangan pelarutan di dalam
batuan.
C. Proses Pembentukan
Proses
yang kedua adalah bentuk-bentuk dolin ataupun tekukan yang berbentuk corong,
semakin bertambah banyak, sehingga hampir mencangkup seluruh dari kawasan
tersebut. Bentuk-bentuk aliran di permukaan tanah mulai digantikan oleh aliran
di bawah permukaan tanah. Beberapa dolin menjadi bertambah besar, yang dikarenakan
oleh pengikisan-pengikisan bagian tepi dari dolin dan runtuhan dari goa-goa
batu tadi.sehingga beberapa dolin bertemu dan membentuk suatu lekukan yang
panjang. Yang bebentuk seperti lorong panjang yang disebut uvalas.
Pada
proses berikutnya dimana keadaan rendah tinggi berada di banyak bagian dan
permukaan tanah hilang. Dari dolin-dolin yang tererosi tadi tanahnya dialirkan
ke daerah yang lebih rendah, sehingga lembah-lembah menjelma menjadi shale
yang di bawahnya terdapat aliran yang tidak tetap. Aliran-aliran anak sungai
yang tadinya mengalir jauh di atas permukaan tanah mulai mengalir kedalam tanah
karena batu kapur yang tekikis oleh perkembangan flora dalam tanah. Permukan
yang masih memiliki batu kapur permuakaanya tidak merata yang membentuk puncak-puncak
serta rangkaian lapies yang terjadi karena pelarutan yang terjadi di
sepanjang retakan batu yang terjadi bertahun-tahu. Bentuk ini berbentuk seperti
kulit kerang yang di dalamnya terdiri dari beberapa goa.
Proses
terakhir dimana sistem biasa anak-anak sungai dipermukaan bumi yang memenuhi
permukaan tanah. Lapisan batuan itu yang menonjol di hampir semua daerah.
Diatasnya terdapat bukit kecil (hums) yang letaknya tidak terlihat diantara
bukit-bukit (hums) yang lain.
D. Bentuk-bentuk Lahan
Bentuklahan yang terjadi pada daerah karst dapat dikelompokkan
menjadi 2 bagian, yaitu bentuklahan negative dan bentuklahan positif.
1. Bentuklahan
Negatif
Bentuklahan negative
dimaksudkan bentuklahan yang berada dibawah rata-rata permukaan setempat
sebagai akibat proses pelarutan, runtuhan maupun terban.
Bentuklahan-bentuklahan tersebut antara lain terdiri atas doline, uvala, polye,
cockpit, blind valley.
a.
Doline
Doline
merupakan bentuklahan yang paling banyak dijumpai di kawasan karst. Bahkan di
daerah beriklim sedang, karstifikasi selalu diawali dengan terbentuknya doline
tunggal akibat dari proses pelarutan yang terkonsentrasi. Tempat konsentrasi
pelarutan merupakan tempat konsentrasi kekar, tempat konsentrasi mineral yang
paling mudah larut, perpotongan kekar, dan bidang perlapisan batuan miring.
Doline-doline tungal akan berkembang lebih luas dan akhirnya dapat saling
menyatu. Secara singkat dapat dikatakan bahwa karstifikasi (khususnya di daerah
iklim sedang) merupakan proses pembentukan doline dan goa-goa bawah tanah,
sedangkan bukit-bukit karst merupakan bentukan sisa/residual dari perkembangan
doline.
Menurut Monroe (1970) doline adalah suatu ledokan atau
lubang yang berbentuk corong pada batugamping dengan diameter dari beberapa
meter hingga 1 km dan kedalamannya dari beberapa meter hingga ratusan meter.
Karena bentuknya cekung, doline sering terisi oleh air hujan, sehingga menjadi
suatu genangan yang disebut danau doline.
Berdasarkan
jenesisnya, doline dapat dibedakan menjadi 4 yaitu, doline solusi, doline
terban, dan doline alluvial dan doline reruntuhan. (Faniran dan Jeje, 1983)
· Doline
reruntuhan
Doline
reruntuhan ini terjadi sebagai akibat dari proses pelarutan yang ada di bawah
permukaan yang menghasilkan rongga bawah tanah. Rongga bawah tanah tersebut
atapnya runtuh, hingga mengasilkan cekungan atau depresi dipermukaan. Doline
seprti ini mempunyai lereng yang cukup curam-curam terdiri dari lapisan batuan
yang keras dan menurun secara tiba-tiba.
· Doline
Solusi
Doline
solusi terjadi karena telah berlangsungnya proses solusi/pelarutan tanpa
mendapat gangguan lain terhadap batuan. Doline seperti ini terjadi secara
perlahan-lahan akibat larutnya batuangamping ke dalam tanah oleh air yang
meresap melalui joint atau rekahan-rekahan pada daerah batugamping.
· Doline
Terban
· Doline
Alluvial
Doline aluvial ini
terjadi sebagai akibat karena pelarutan oleh air yang mengalir yang kemudian
menghilang ke dalam tanah. Adanya proses tersebut terbentuk doline aluvial.
b. Uvala
Uvala adalah cekungan tertutup yang luas yang terbentuk oleh
gabungan dari beberapa danau doline. Uvala memiliki dasar yang tak teratur yang
mencerminkan ketinggian sebelumnya dan karakteristik dari lereng doline yang
telah mengalami degradasi serta lantai dasarnya tidak serata polje (Whittow,
1984)
c. Polje
Polje adalah ledokan tertutup yang luas dan memanjang yang terbentuk
akibat runtuhnya dari beberapa goa, dan biasanya dasarnya tertutup oleh
alluvium.
d. Blind
Valley
2. Bentuklahan
Positif
Pada
prinsipnya ada 2 macam bentuklahan karst yang positif yaitu kygelkarst dan
turmkarst
a. Kygelkarst
Kygelkarst merupakan satu bentuklahan karst tropic yang didirikan
oleh sejumlah bukit berbentuk kerucut, yang kadang-kadang dipisahkan oleh
cockpit. Cockpit-cockpit inisialing berhubungan satu sama lain dan terjadi pada
suatu garis yang mengikuti pola kekar.
b. Turmkarst
Turmkarst merupakan istilah yang berpadanan dengan menara karst,
mogotewill, pepinohill atau pinnacle karst. Turmkarst merupakan bentuka positif
yang merupakan sisa proses solusional. Menara karst/ tumkarst terdiri atas
perbukitan belerang curam atau vertical yang menjulang tersendiri diantara
dataran alluvial.
c. Stalaktit
dan Stalakmit
Stalaktit
adalah bentukan meruncing yang menghadap kebawah dan menempel pada
langit-langit goa yang terbentuk akibat akumulasi batuan karbonat yang larut
akibat adanya banjir. Stalakmit hamper mirip dengan stalaktit namun berada di
bawah lantai dan menghadap keatas.
E.Klasifikisi Karst
Klasifikassi
karst secara umum telah dikategorikan menjadi tiga kelompok, antara lain :
1. Klasifikasi
Cvijic
a. Holokarst, merupakan karst
dengan perkembangan sempurna, baik dari sudut pandang bentuklahannya maupun
hidrologi bawah permukaannya. Terjadi bila perkembangan karst secara horizontal
dan vertical tidak terbatas,batuan karbonat masif dan murni dengan kekar
vertikal yang menerus dari permukaan hingga batuan dasarnya, serta tidak
terdapat batuan impermeable yang berarti. Di Indonesia karst tipe ini jarang
ditemukan karena besarnya curah hujan menyebabkan sebagian besar karst
terkontrol oleh proses fluvial.
b. Merokarst,
merupakan karst dengan perkembangan tidak sempurna atau parsial dengan hanya
mempunyai sebagian ciri bentuklahan karst. Merokarst berkembang di batugamping
yang relatif tipis dan tidak murni, serta khususnya nila batugamping diselingi
oleh lapisan batuan napalan. Perkembangan secara vertical tidak sedalam
perkembangan holokarst dengan evolusi relief yang cepat. Erosi lebih dominan
dibandingkan pelarutan dan sungai permukaan berkembang. Merokarst pada umunya
tertutup oleh tanah, tidak ditemukan dolin, goa, swllow hole berkembang hanya
setempat-setempat. Sistem hidrologi tidak kompleks, alur sungai permukaan dan
bawah permukaan dapat dengan mudah diidentifikasi. Drainase bawah tanah
terhambat oleh lapisan impermeable. Contoh karst tipe ini yang terdapat di indonesia
adalah karst disekitar Rengel Kabupaten Tuban.
c. Karst
Transisi, berkembang di batuan karbunat relatif tebal yang memungkinkan
perkembangan karst bawah tanah, akan tetapi batuan dasar yang impermeable tidak
sedalam di holokarst, sehingga evolusi karst lebih cepat. Lembah fluvial lebih
banya dijumpai dan polje hamper tidak ditemukan. Contoh karst transisi di Indonesia
adalah Karst Gunung Sewu (Gunungkidul, Wonogiri, dan Pacitan), Karst
Karangbolong (Gombong), dan Karst Maros (Sulsel).
2. Klasifikasi Gvozdeckij
(1965)
a. Bare
karst, lebih kurang sama dengan karst Dinaric (holokarst)
b. Covered
karst, merupakan karst yang terbentuk apabila batuan karbonat tertutup
alluvium, material fluvio-glasial, atau batuan lain seperti batupasir.
c. Soddy
karst / soil covered karst, merupakan karst yang berkembang di batu gamping
yang tertutup oleh tanah atai terarossa yang berasal dari pelarutan
batugamping.
d. Burried
karst, merupakan karst yang telah tertutup oleh batuan lain, sehingga bukti
karst hanya dapat dikenali melalui data bor.
e. Tropical
karst of cone karst, merupakan karst yang terbentuk di daerah tropis.
f. Permaforst
karst, merupakan karst yang terbentuk di daerah bersalju.
3. Klasifikasi Sweeting
a. True
karst, merupakan karst dengan perkembangan sempurna. Karst yang sebenarnya
harus meupakan karst dolin yang disebabkan oleh pelarutan karst secara
vertical. Semua kast yang bukan tipe karst dolin dikatakan sebagai deviant.
Contohnya adalah karst Dinaric
b. Fluvio
karst, dibentuk oleh kombinasi proses fluvial dan proses pelarutan. Fluvio
karst pada umumnya terjadi pada daerah batugamping yang dilalui oleh sungai
alogenik (sungai berhilir di daerah non karst). Sebaran batu gamping baik
secara vertical maupun lateral jauh lebih kecil dari pada true karst. Permukaan
batugamping pada umumnya tertutup oleh tanah yang terbentuk oleh proses erosi
dan sedimentasi proses fluvial. Singkapan batugamping ditemukan bila telah
terjadi erosi yang terjadi karena penggundulan hutan. Lembah sungai permukaan
dan ngarai banyak ditemukan. Bentukan hasil dari proses masuknya sungai
permukaan ke bawah tanah dan keluarnya kembali sungai bawah ke permukaan
merupakan fenomena yang banyak dijumpai (lembah buta dan lembah saku).
c. Glasiokarst,
merupakan karst yang terbentuk karena karstifikasi yang didominasi oleh proses
glasiasi dan pross glacial di daerah batugamping. Terdapat di daerah
berbatugamping yang pernah ,mengalami proses glasiasi. Dicirikan oleh
kenampakan hasil penggogosan, erosi, dan sedimentasi glacier. Hasil erosi
glacier pada umumnya membentuk limstoe pavement. Erosi lebih intensif terjadi
disekitar kekar menghasilkan cekungan dengan lereng terjal memisahkan pavement
satu dengan yang lainnya. Dolin terbentuk terutama oleh hujan salju. Contohnya
karst di lereng atas pegunungan alpen.
d. Nival
karst, merupakan karst yang terbentuk karena karstifikasi oleh hujan salju pada
lingkunagn glacial dan periglasial.
e. Tropical
karst, merupakan karst yang terbentuk pada daerah tropis. Tropical karst secara
umum dibedakan menjadi kegelkarst dan turmkarst.
Kegelkarst dicirikan oleh kumpulan bukit-bukit berbentuk kerucut yang sambung menyambung. Sela antar bukit kerucut membentuk cekungan dengan bentuk seperti bintang yang dikenal dengan cockpit. Cockpit sering membentuk pola kelurusan sebagai akibat control kekar atau sesar. Contoh di Indonesia adalah Karst Gunung sewu dan Karst Karanagbolong.
Kegelkarst dicirikan oleh kumpulan bukit-bukit berbentuk kerucut yang sambung menyambung. Sela antar bukit kerucut membentuk cekungan dengan bentuk seperti bintang yang dikenal dengan cockpit. Cockpit sering membentuk pola kelurusan sebagai akibat control kekar atau sesar. Contoh di Indonesia adalah Karst Gunung sewu dan Karst Karanagbolong.
f. Turmkarst,
dicirikan dengan bukit-bukit dengan lereng terjal, biasanya ditemukan dalam
kelompok yang dipisahkan satu sama lain dengan sungai atau dataran alluvial.
Beberapa ahli beranggapan bahwa turmkarst merupakan bentukan lebih lanjut dari
kegelkarst karena kondisi hidrologi tertentu. Distribusi sebaran bukit dan
menara pada umumnya dikontrol oleh kekar atau sesar dengan ukuran yag
bervariasi. Kontak dari menara dengan dataran alluvium merupakan tempat
pemunculan mata air dan perkembangan gua.
4. Tipe
karst yang lain
a. Labyrint
karst, karst yang dicirikan oleh koridor-koridor memanjang yang terkontrol oleh
adanya kekar atau sesar. Morfologi karst tersusun oleh blok-blok batugamping
yang dipisahkan satu sama lain oleh koridor karst. Terbentuk karena pelarutan
yang jaul lebih intensif di jalur sesar dan patahan. Contoh di Indonesia adalah
di Papua dan sebagian Gunungsewu.
b. Karst
polygonal, merupakan penamaan yang didasarjan dari sudut pandang morfometri
dolin. Dapat berupa kerucut karst maupun menara karst. Karst dikatakan
poligonal apabila semua batuan karbonat telah berubah menjadi kumpulan
dolin-dolin dan dolin telah bersambung dengan lainnya.
c. Karst fosil, merupakan karst
yang terbentuk pada masa geologi lampau dan saat ini proses karstifikasinya
sudah berhenti. Tipe ini dapat dibedakan menjadi dua. Pertama, bentuklahan
tinggalan (relict landform) yaitu karst yang dibentuk pada waktu geologi
sebelumnya dan tidak tertutupi batuan lainnya. Kedua, bentuklahan tergali
(exhumed landform) yaitu karst yang dibentuk pada waktu geologi sebelumnya dan
tidak tertutupi batuan non karbonat yang selanjutnya muncul ke permukaan karena
batuan ataonya telah tersingkap oleh proses denudasi.
F. Kerusakan Lahan Karst
Kawasan
karst dikenal sebagai suatu lingkungan yang memiliki daya dukung sangat rendah,
dan tidak dapat diperbaiki jika telah mengalami kerusakan. Karena
sifatnya, daerah karst dapat disebut merupakan daerah yang sangat rentan, atau
peka terhadap pencemaran. Hal ini disebabkan banyaknya rekahan (joint) pada
batuan gamping penyusun topografi karst sehingga pori-pori yang besar,
permeabilitas sekunder yang tinggi, derajat pelarutan batuan yang tinggi,
menyebabkan terjadinya lorong-lorong conduit yang merupakan sungai bawah tanah,
sehingga masukan sekecil apapun akan diterima dan terperkolasi melaui pori-pori
dan memasuki lorong-lorong sungai bawah tanah dan tersebar dengan mudah.
Kawasan karst dapat dilihat sebagai suatu ekosistem, yang didalamnya terdapat
hubungan interaksi dan interdependensi antar lingkungan fisik, non fisik,
hayati dan non hayati, serta biogeokimia baik itu pada eksokarst, maupun
endokarst yang senantiasa berhubungan. Hal ini menunjukkan bahwa sangat
mudahnya lingkungan karst itu rusak, bila salah satu komponen penyusunnya rusak
atau tercemar. Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa lingkungan karst
mempunyai daya dukung yang sangat rendah. Karena sifatnya itu, daerah karst
Gunung Sewu memiliki kerentanan yang sangat tinggi.
Benturan
kepentingan untuk melakukan konservasi serta tekanan penduduk untuk
memanfaatkan sumberdaya alam karst pada akhirnya menimbulkan beberapa
permasalahan degradasi lahan karst yang terinventarisasi sebagai berikut:
- Kegiatan Penambangan
Kegiatan penambangan
di kawasan karst sudah dapat dikatakan sangat intensif. Penambangan pada
kawasan karst sudah menjadi kegiatan industri, baik itu yang berskala kecil,
sedang, dan besar seperti pabrik semen. Umumnya, kegiatan penambangan adalah
penambangan terhadap batu gamping yang mengikis kubah-kubah karst. Efek yang
terjadi sebagai akibat kegiatan penambangan diantaranya adalah Penurunan indeks
keanekaragaman hayati , Erosi dan sedimentasi, Penurunan tingkat kesuburan
tanah, Perubahan bentang alam/ lahan, dan Pencemaran badan udara dan perairan
- Penebangan vegetasi
Kegiatan
penebangan di karst Gunung Sewu sudah terjadi sejak puluhan tahun yang lalu.
Hasilnya dapat dilihat bahwa sekarang sebagian besar wilayah ini merupakan
lahan kritis dan gundul. Beberapa hal yang diakibatkan oleh penebangan vegetasi
adalah :Penurunan penguapan (evapotranspirasi), Peningkatan kadar C02
dalam tanah, Peningkatan permeabilitas tanah permukaan (topsoil), dan
menurunnya permeabilitas subsoil. Beberapa akibat ini dapat menyebabkan akibat
yang lebih destruktif lagi, yaitu tingkat erosi permukaan yang sangat tinggi,
yang pada akhirnya hilangnya lapisan tanah. Pembusukan akar-akar pohon yang
terjadi telah mengakibatkan berkurangnya fungsi tanah sebagai pengikat untuk
menjaga kestabilan lereng.
- Peternakan.
- Pembangunan jalan raya.
Pembangunan
jalan raya banyak menggunakan semen yang juga berbahan dari gamping sedangkan
pengambilan gamping tesebut banyak mengambil dari kawasan karst secara ilegal,
dan pengambilannya tanpa memperhitungkan dampaknya sehingga merugikan dan
merusak kawasan karst itu sendiri.
- Aktivitas domestik lain.
Beberapa hal
diatas sebagian sudah merusak ekosistem karst yang ada. Degradasi yang ada akan
menurunkan tingkat sumberdaya, baik sumberdaya air maupun sumberdaya lahannya.
Berdasarkan masalah yang ada, perlu adanya inventarisasi masalah, inventarisasi
sumberdaya lahan, sumberdaya air, untuk kemudian dikelompokkan sesuai dengan
tingkat dan intensitasnya.
trimaksih
BalasHapusterima kasih banyak
BalasHapus